Rabu, 18 Juni 2014

Heboh Hacker Kembar asal Ponorogo DBR dan ABR Bobol Situs PANDI


Di satu sisi, pembobolan yang dilakukan hacker kembar asal Ponorogo inisial  DBR dan ABR disesalkan oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI). Namun di sisi lain, PANDI juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pelaku.

Pasalnya, seperti disampaikan Ketua PANDI Bidang Sosialisasi dan Komunikasi, Sigit Widodo, di balik aksi ini ada hikmah yang bisa diambil. Yakni PANDI sadar bahwa sistemnya punya banyak bug (celah keamanan) yang bisa dieksploitasi.

Alhasil, tindakan pencegahan pun langsung dilakukan dengan merombak total sistem yang dimilik PANDI. Tentu mereka tak mau jika ke depannya bakal kembali jadi bulan-bulanan dedemit maya.

"Jadi sebenarnya kami juga ingin berterima kasih (kepada pelaku) karena membuktikan sistem kami tidak secure (aman). Sehingga kami mengubah total sistemnya dengan standar baru," kata Sigit kepada detikINET, Rabu (23/4/2014).

Kasus pembobolan sistem PANDI sendiri terjadi pada tahun 2010. Saat itu, hacker remaja yang kembar berinisial DBR dan ABR berhasil menyusup.

Hanya saja, proses kasus ini begitu lambat sampai proses persidangan baru dilakukan pada tahun 2014, dan sampai saat ini masih belum selesai.

"Kami (PANDI-red,) inginnya cepet selesai dan kami pun selalu datang ke pengadilan di Ponorogo untuk memberikan kesaksian. Kami berharap, mereka (pelaku) tidak dihukum dengan hukuman penjara. Lebih ke hukuman yang sifatnya mendidik," Sigit menandaskan.
"Dirangkul saja, difasilitasi. Penghargaan tak harus bicara uang. Banyak cara sebenarnya untuk merangkul mereka bisa diundang dalam suatu acara, diberi rewardkarena telah menemukan bug, beasiswa atau apa lah," saran Donny.

"Jadi pengakuan bukan karena perilakunya, tapi kemampuannya. Kalau soal perilakunya, dengan adanya proses hukum dia akan kapok sendiri," pungkasnya.

Sementara Wakil Ketua Internet Security Incident Responses Team on Internet Infrastrcuture (ID-SIRTII) M. Salahuddien, lebih memilih bersikap tegas terhadap para peretas muda Tanah Air.

"Ada pandangan keliru soal itu. Seharusnya undang-undang tak pandang bulu. Kenapa? Biar jadi efek jera sekaligus hacker yang berniat membobol sistem urung melakukan. Kasus ini kan bukan sekali dua kali, jadi seharusnya para hacker jahat itu tahu," kata pria yang biasa disapa Didin Pataka itu kepadadetikINET, Rabu (23/4/2014).

Soal hacker remaja yang sudah merusak sistem keamanan pun, Didin dia tak setuju jika langsung direkrut pemerintah. Sebab di Indonesia sudah banyak remaja yang belajar dan punya niat baik untuk ilmu security.

"Jadi kalau ada remaja Indonesia yang baik, kenapa harus merangkul yang jahat dahulu?" katanya mempertanyakan.

Pemerintah dianggapnya tidak kurang memfasilitasi kebutuhan bagi remaja dengan kemampuan seperti ini. Sehingga sudah seharusnya tak dilihat lagi sebagai hacker remaja atau tidak.

"Mau berapa pun usianya. Kalau dia merusak sistem, ya artinya dia memang niat untuk melakukan perbuatan jahat," tutup Didin.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 Cyber Law vs Cyber Crime All Right Reserved